Puskesmas Lasem luncurkan dua layanan baru, yakni Klinik ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) dan Klinik TBC (Tuberculosis) pada Senin (1/4) lalu. Didirikannya dua poliklinik itu dianggap mendesak menyusul banyaknya kasus ODGJ dan TBC di wilayah Lasem.

Dua klinik tersebut di-lauching guna memangkas jarak pengobatan. Sekaligus memberikan edukasi kepada keluarga pasien agar terus konsisten meminum obat.

Kepala Puskesmas Lasem Arif Rahman Hakim mengungkapkan, berdasarkan data musyawarah desa (MD) dan survei mawas diri (SMD), jumlah ODGJ di Lasem relatif tinggi. Dalam program PIS PK (Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga) pada 2017 juga menyebutkan, ada 579 yang tertangani.

”Mereka yang sudah tertangani, kalau ambil obat kan ke rumah sakit. Jaraknya terlalu jauh. Akhirnya kita bikin inovasi, kerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK), dan dengan rumah sakit negeri maupun swasta. Jadi pengambilan obatnya bisa di Puskesmas,” paparnya kemarin.

Dengan adanya Poliklinik ODGJ, para pasien juga tidak hanya bisa mendapatkan obat, tetapi juga terus dipantau keteraturannya meminum obat. Sebab, pengobatan terhadap para pasien ini harus berlangsung secara kontinyu.

”Adanya program ini juga dapat mencegah ODGJ yang terpasung,” paparnya.

Arif menambahkan, setelah program PIS-PK didapatkan bahwa angka resiko tinggi penderita TBC tercatat cukup rendah. Hanya 80 pasien. Angka itu jauh dari yang ditargetkan. Padahal, secara teori setiap 100.000 penduduk ada 1.500 yang terindikasi penyakit TBC.

”Sedangkan jumlah penduduk di Lasem kurang lebih ada 59.000 penduduk, jadi kira-kira ada 1500an yang terduga atau terindikasi penyakit TBC” pungkasnya. (HumasDinkesRbg)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *